Sore yang melelahkan. Entah apa yang aku pikirkan. Entah apa yang kurasakan. Hanya saja, letih. Awalnya hanya terbaring, tergeletak, tak berdaya. Aku menatap langit-langit dengan sarang laba-laba di sudutnya. Bingung. Aaaah, ya sudahlah. Mungkin aku hanya bingung, ya aku bingung.
Berbalik ke kanan, bertolak ke kiri, kembali lagi ke kanan dan ke kiri. Aku resah. Aku khawatir. Khawatir tentang dirimu dan diriku. Ah, sudahlah. Lupakan saja. Mungkin aku hanya khawatir, ya aku khawatir.
Aku terbangun di sudut kamar dimensi 2,75 x 2,75 meter. Tergeletak tak berdaya, bingung, dan khawatir. Tenangkan dirimu, tenangkan dirimu naaak. Hidupmu masih panjang. Sedetik dua detik tak sadarkan diri lalu tersentak bangun. Aku berkata pada diriku sendiri. Aku itu bisa, aku itu pasti bisa, aku harus terus berusaha. Ya, semangat itu kembali datang. Bisikannya kembali terngiang.
*flashback*
Dia hanya menginginkanku lebih baik dan selalu menyemangatiku. Dia ingin aku tetap bahagia. Dia ingin aku selalu kuat. Dia ingin aku selalu semangat. Dan yang terpenting, dia selalu mengingatkanku untuk selalu bersyukur dan taat kepada Tuhan. Dia benar-benar sosok yang membangun. Dia selalu ada dalam doaku, dalam impiku, dalam anganku. Dia tidak disampingku, namun dia selalu ada dalam hatiku. Aku menjaganya dalam sekat cinta yang sudah mulai terbuka kembali gerbangnya. Aku sadar, aku memilihmu. Kuharap kau yang terbaik untukku.
Yahh, aku harus semangat. Secangkir kopi terduduk disebelahku. Memintaku untuk menikmatinya. Aaaah, nikmat. Secangkir kopi di sore hari ini membuat mata hatiku terbuka lebih lebar lagi. Terima kasih untukmu, bacangku :)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar