Sabtu, 12 Oktober 2013

Ciuman itu terasa lebih manis...

Waktu berjalan dengan seenak hatinya, terkadang terasa lambat, terkadang terasa cepat berlalu. Aku berjalan menyusuri pantai, menikmati semilir angin samudra yang membelai lembut wajahku. Sendiri, sepi, hanya matahari senja serta deburan ombak yang menemaniku. Pasir halus yang sabar menghadapi tumpahnya air mataku. Entah apa yang kurasakan hari itu. Hanya terasa kosong, sangat kosong. Hampa, tanpa adanya dentingan suara sedikitpun, tanpa adanya secuil rasa, entahlah. Aku bagaikan mayat hidup yang terus berjalan maju tanpa bisa merasakan apa yang ada di sekelilingku. Ya, layaknya mayat, aku mati. Mati dalam kehampaan.

Terduduk pada hamparan pasir dan menyandarkan punggung ke batang pohon kelapa. Termangu menatap langit. Tampak sesosok manusia dalam lamunanku. Ia dan impian-impiannya. Terkadang aku iri dengannya. Yang bisa bermimpi dan bebas mengekspresikan fantasi. Sedangkan aku? Layaknya tawanan dalam penjara yang kerap kali terluka jika tidak mengikuti apa yang diperintahkan. Aku hanya ingin bebas. Aku bukanlah anjing yang dikurung didalam kandangnya. Aku bukanlah tawanan kriminal yang harus dirantai tangan dan kakinya. Aku bukanlah budak yang bisa seenaknya diperintahkan atau disiksa. Aku ingin bebas. Biarkan aku mengambil jalan hidupku sendiri.

Lamunanku buyar. Disambut dengan air mata yang mengalir dengan derasnya mengarungi wajahku. Terbersit akan sebuah ruangan serba putih dan bau rumah sakit. Berjalan dalam lamunan dan terus berjalan mendapati sesosok manusia. Hanya bisa diam dan menatap. Sebuah harapan masa lalu yang tersampaikan. Berlari memeluk sesosok itu. Aku dapat merengkuhnya, bahkan lebih lama. Tak ingin lagi aku sepi. Tak ingin lagi aku jauh. Air mata kebahagiaan yang meleleh dari sepasang manusia. Belaian lembut dan dekapan hangat. Tak ingin lepas. Dan ciuman ini pun terasa lebih manis. Aku tersadar. Akhir yang bahagia tidak hanya ada dalam dongeng. Walau harus menghadapi gelombang badai yang teramat besar, suatu saat pasti akan terbalas dengan kebahagiaan yang tak terhingga, sampai akhir hayat, sampai kematian memisahkan, dan sampai bertemu lagi dalam sebuah melodi dunia keabadian.

Senin, 08 Juli 2013

Aku Sudah Mati

Melangkahkan kaki meraih ujung jalan
Tatapan kosong yang selalu mengiringi
Merengkuh kelam yang semakin merasuk
Kubiarkan angin membawaku
Entah kemana ia akan menghempasku

Semilir menjadi topan
Riak ombak menjadi gelombang raksasa
Gerak stabil menjadi gempa dahsyat
Tenang menjadi kehancuran
Semuanya berubah!

Semakin dibuatnya bingung
Angin hanya menghempasku ke suatu tempat
Sebuah lubang di tanah dengan gundukan tanah di sampingnya
Tersembul sebuah ujung batu dibalik tanah
Berusaha untuk meraihnya
Mencoba untuk menatap
Hanya nisan yang kutemui
Nisan bertuliskan namaku

Aku, hanya aku, tak ada nama lain
Tersentak saat kurasakan tubuhku mulai rapuh
Tak dapat merasakan apapun
Lubang di tanah itu pun mulai menarikku masuk
Hingga tersadar saat gundukan tanah di samping lubang itu mulai menutupi diriku
Menutupi kaki, badan, dan wajah
Kupejamkan mataku
Aku sudah kembali
Kembali pada Sang Pencipta

Aku, disini, dipusaraku sendiri
Hanya diam dan tersenyum
Menunggu kamu
Ya, kamu yang disana
Biarkan aku beristirahat dengan tenang dan menantimu
Menunggumu tepat di alam sana
Kita, bersama, tanpa ada masa lalu

Senin, 17 Juni 2013

Aku Sudah Beristirahat dengan Tenang

Udara dingin yang membayangi
Menembus kulit, merasuk tulang
Aku hanya duduk terpaku meratap
Kudengar tangisan pilu dari segala penjuru
Miris rasanya
Entah apa yang terjadi disana
Aku hanya bisa terdiam dan meratap

Terselimuti sepi di alam mimpi
Terbaring aku dibawah naungan bulan
Komet yang berkejaran
Gugusan bintang yang saling mengedipkan pandang
Andromeda megah yang mengukir cerita

Angin berhembus berbisik tepat ditelingaku
Membawaku ke sebuah tempat
Tak ada yang bisa kulihat
Sunyi, sepi, seperti tidak ada tanda kehidupan manusia
Hanya nyanyian jangkrik yang menghiasi gelap itu

Langit sekejap menjadi gelap gulita
Suara jangkrik menghilang seketika
Tak bisa lagi kurasakan segala sesuatunya
Aku hanya ditemani sepi
Belenggu akhir dengan penuh tanda tanya

Setetes air dari langit jatuh menimpa wajahku
Tetes demi tetes berikutnya mulai turun dan turun
Kubiarkan badanku basah
Aku menangis dipelukan hujan
Badai seakan mengerti akan emosiku
Petir menyambar dengan hebat
Seolah mengusir segala amarah dan sedihku yang bercampur aduk
Aku hanya bisa mengadu kepada hujan
Dan gelap selalu bersamaku
Belum pernah aku bertemu sang mentari

Hujan terus turun seiring dengan jatuhnya air mataku
Hujan semakin deras dikala tangisku semakin menjadi
Aku rapuh tanpa penyangga
Tak ada kekuatan yang utuh
Aku hanya serpihan kecil dari jutaan serpihan masa lalu
Senyumku bagaikan kamuflase diantara topeng-topeng
Suram

Tangisku mereda dan hujan pun demikian
Aku bangkit dari simpuhku
Melangkahkan kaki mengukir jejak
Perjalanan masih panjang
Bangkit dan berjalanlah
Walaupun kau tak tahu kemana kau akan melangkah
Tak tahu arah tujuan
Yakin akan secercah cahaya yang mungkin akan datang menghampiri

Terseok di tengah kegelapan
Dengan belenggu yang mengikat tubuhku
Aku terjatuh dengan menahan perih di tubuhku
Hanya pasrah akan nasibku berikutnya

Semburat cahaya muncul seketika ditengah pasrahku
Sinar-sinar yang lembut mengusap sisa-sisa air mataku
Apakah ini mentari?
Aku tersadar
Tubuhku terasa ringan
Belenggu itu telah hilang

Apakah ini kebebasan?
Aku melayangkan pandanganku ke puncah tertinggi
Melemparkan mataku ke arah genangan air yang luas
Menuruni bukit dengan senyum
Tampak samar olehku sesosok penuh kharisma
Mengulurkan tangan dan mengajakku pergi
Pergi jauh dan meninggalkan dunia yang gelap penuh dosa
Sampaikan salamku akan Telaga Warna

Angin bertiup lembut
Perlahan aku terangkat
Meninggalkan daratan dan aku terus naik
Naik menghampiri sang mentari
Menggapai mimpi dengan senyuman
Tanpa gangguan air mata duka
Aku sudah beristirahat dengan tenang

Yogyakarta, 17 Juni 2013
Areli Tabitha

Selasa, 02 April 2013

Duos Abnormalius


Hari ini, Kamis, 21 Maret 2013. Aku dan seorang sahabat dikala normal dan abnormal  masih dengan kesibukan di dunianya masing-masing. Sahabat absurdku, sebut saja Citra. Disaat dia tengah kuliah, kurampok motornya dan entahlah, aku bingung mau kemana -_-

Pada akhirnya kuarahkan ke sumur miring dan ada temen-temenku disana. Yaudah nongkrong bergaul bergaul dulu lah yaaaa boook. Hahahaha.  Dan cerita masih berlanjut disana sampe akhirnya saya yang dalam posisi sebagai sopir si absurd itu disms suru jemput beliau yang terabsurd. Dari sini lah perjalanan si yang maha absurd alias diriku, eL, dan si absurd, Citra, dimulai.

Berawal dari galau mau kemana dan akhirnya sepakat buat terbang ke Bukit Bintang di Gunungkidul, Wonosari. Tujuannya? Cuma buat makan jagung + minum hot cocoa sambil nunggu matahari hilang ditelan bumi. Terus? Ya ga terus-terus. Itu beres ya langsung Nyewon. Alhasil sampailah duo absurd ini di spot favorit kita  berdua disana. Di pojokan penuh absurdibilitas yang cetar buat ngeliat sunset yang absurd dan sesuatu buat ngeliat lampu-lampu  di Jogja yang mulai nyala. Penuh cerita, canda, tawa, galau, dan yang pasti absurd! Yeaaahhh! Salam metal kecil! Dan sedikit cerita tentang spot favorit kita, 2 kali kita kesana dan 2 kali juga kita jadi pengunjung pertama, dan lagi kita selalu dikasih diskon sama sang empunya lapak. Yuhuuuu~ what a live banget apalagi buat anak kost dodol kaya kita. Lopyupul dah pokonya mah. Dan setelah sunset kelar, biasanya kita nunggu lampu nyala baru pulang. Tapi beda sama hari ini, kita nunggu awan yang lagi keliatan bagus banget itu ilang. Hmmm~ okeeee baiklaaaah. Kelakuan kita emang absurd kok, wajar orang pacaran disebelah kita pada buru-buru pindah meja ato ga pulang cepet. Wkwkwkwkwkwkk. Begitu awan tadi ilang, mulailah kita melanjutkan perjalanan entah kemana.

Turun Gunungkidul, mataku yang lagi eror banget hari ini. Semuanya terlihat bokeh padahal udah pake softlens yang minus loh, tapi semua jadi bokeh dan ini bikin bahaya apalagi di kondisi jalan di Gunungkidul yang turunan n tanjakan. Nyoba kurangin kecepatan dan voila kita selamat sampe lampu merah! Peluk cium buat sapi-sapi di truk depan motor kita yang bikin mataku ga bokeh lagi n aku bisa nyetir dengan bahagia sambil kita berdua dadah-dadah sama sapi-sapi unyu itu. Sampe-sampe kita diklaksonin sama truk dibelakang n diketawain gara-gara tingkah absurd kita. Dihh, sirik banget mereka! Maklum mereka biasanya hidup di truk doang ga kaya kita hobi bertualang (cari pembenaran, bok :p). Sambil di jalan, sambil joget-joget n nyanyi-nyanyi meracau ga jelas sampe mendekati Tugu. Yahh, mampir bentar laaah di angkringan depan KR alias kantor Kedaulatan Rakyat. Itu loh kantor koran di Jogja.

Sampe KR, kita makan lagi. Aku ngambil pisang aroma 4, sate telor puyuh 1, risol 1, sama teh panas 1. Sementara Citra ngambil pisang aroma 3, sate usus 2, bakwan 1, sama teh panas 1. Padahal yaaaaahhhhh, tadi baru aja sama-sama makan jagung + indomie goreng di Bukit Bintang. Cuma beda di minumnya. Citra 1 hot cocoa, sementara si guweh pesen 2 gelas hot cocoa. Wakakakak. Yaaahh, di depan KR kita sambil nyemil sambil curhat-curhat ngalor ngidul absurd  bahas macem-macem. Begitu kelar lanjut Nyewon lagi.
Pada awalnya dari KR mataku udah mulai ga bokeh lagi nihh. Ehh pas di lampu merah deket hotel Melia langsung deh aku turun dari motor n bilang Citra buat gantian nyetir gara-gara mataku tiba-tiba ngebokeh lagi dan makin parah. Lampu merah tinggal belasan detik lagi loh -_- yaaahh untung keburu yakk. Wakakakakakakak.

Begitu sampe lampu merah ringroad selatan, kita keflashback dengan si sapi-sapi unyu tadi. Kira-kira mereka dibawa kemana yaaa? Rasanya aku pengen bawa pulang sapi yang pas di truk posisinya paling kiri. Kenapa? Dia warna coklat unyu, mukanya baby face banget unyu banget pokoknya, pandangannya penuh kharisma, dan senyumnya menawaaaaaaannnnn. Sapiiiiiiiiiiiiii, aku jatuh cinta padamuuuuuuuuuuu :**** (?). Dan tak terasa, udah sampe Sewon sekitar setengah 9 malem gitu deh. Huuummmmm, waktunya istirahat! Tapi perjalanan duo absurd itu belom berakhir karena masih banyak perjalanan dan petualangan yang penuh absurdibilitas ini. Tunggu cerita kami selanjutnya! :D


Regards,

Dinosaurus Kodok Gepeng, S.Sn (Sana Sini Nongkrong) & Anjani Citra (Lukis vs Tari)
Salam udang abstrak! :D

NB : intinya di cerita ini cuma ada aku (eL)  dan sahabatku Citra dan juga sapi pangeran tampanku :3